Istilah manfaat pada tulisan sebelumnya, terasa pas bila disandingkan dengan istilah “mudharat” pada tulisan kali ini. Hal ini karena manfaat dan mudharat berasal dari bahasa yang sama dan memang merupakan lawan kata yang telah dibakukan bahkan kerap digunakan dalam bahasa Indonesia. Istilah mudharat digunakan untuk melihat celah atau kelemahan yang ada pada aktivasi otak tengah. Penulis bukanlah orang yang ahli dalam ilmu kedokteran atau ahli dalam anatomi tubuh manusia. Tapi yang jelas, terdapat sejumlah catatan yang perlu diperhatikan sebagai bahan pertimbangan bagi orang-orang yang berminat terhadap aktivasi otak tengah.
Pertama, aktivasi otak tengah muncul dan menjadi perbincangan hangat setelah munculnya buku seputar dahsyatnya otak tengah dan mengatakan bahwa ini adalah penemuan para peniliti di Amerika Serikat. Kemunculannya lantas diikuti oleh berbagai program lengkap dengan kesaksian sukses dan berlanjut dengan program-program serupa. Melihat fenomena ini, penulis teringat pada berbagai produk kesehatan yang berbentuk gelang atau kalung dan sebagainya, dimana awalnya bercerita tentang kesehatan, tetapi setelah itu langsung meluncur ke pembicaraan transaksi barang. Artinya ada semacam kecenderungan ke arah komersialisasi bukan ke arah penelitian secara berlanjut dan berkesinambungan secara ilmiah. Apalagi Indonesia merupakan pasar yang sangat menjanjikan untuk produk yang siap cepat saji semacam itu.
Kedua, Penggunaan gelar dokter pada beberapa pakar aktivasi otak tengah yang kemudian juga membuka praktik di Indonesia, merupakan sesuatu yang kontradiktif ketika berbagai pernyataan yang melansir keunggulan otak tengah mengungkapkan bahwa aktivasi otak tengah merupakan penemuan dahsyat di bidang psikologi. Kalaupun memang aktivasi otak tengah ini merupakan ranah psikologi maka seyogiyanya asosiasi-asosiasi terkemuka di bidang psikologi seperti American Psychology Association (APA), IACCP (International Association for Cross-Cultual Psychology) atau di tingkat nasional yaitu Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) dilibatkan dalam penelitian dan mengeluarkan rekomendasi atau keputusan terkait aktivasi otak tengah ini, mengingat jaringan yang dimiliki oleh asosiasi-asosiasi tersebut sangatlah kuat dan luas. Bahkan kurikulum yang digunakan pada fakultas Psikologi di berbagai universitas pun merujuk pada aturan yang dikeluarkan oleh asosiasi tersebut.
Ketiga, Kampus sebagai lembaga penelitian juga memiliki andil besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aktivasi otak tengah juga merupakan pengembangan ilmu pengetahuan yang menarik dan perlu penelitian lebih lanjut. Dalam hal ini, kampus berperan dan dapat membuat terobosan atau menjadi pusat studi aktivasi otak tengah. Sampai saat ini penulis rasakan masih sangat sedikit kampus yang tertarik terhadap topikotak tengah ini. Kalau informasi tentunya sudah jelas diterima oleh civitas akademi kampus, namun tindak lanjutnya terlihat belum ada. Ini juga menjadi suatu tanda tanya besar, apakah topik otak tengah ini hanya isu belaka.
Keempat, dalam situs http://www.facebook.com/aktivasi.otak.tengah?ref=search, selain banyaknya pendapat yang pro bahkan meminta pelatihan aktivasi secara langsung, ada pula yang bernada kontra mengingat hasilnya yang tidak selalu berhasil dan manfaatnya yang dirasakan hanya sebatas untuk membaca atau bermain. Nuansa yang didapat adalah anak tersebut memiliki kemampuan lebih dari temannya dalam hal membaca dan bermain. Ini sebenarnya tidak mengubah anak tersebut menjadi lebih pandai dan hanya terkesan seperti metode penghitungan cepat yang pernah popular padahal hanya kemampuan menghitung saja tanpa memahami konsep rumus dan logika penghitungan yang ada.
Kelima, ada sebuah tulisan yang menarik sebagai komparasi manfaat otak tengah, yang penulis ambil dari http://bachtararif.blogspot.com/2010/12/kekurangan-manipulasi-otak-tengah.html dengan narasumber Sumber: Lely Setyawati Kurniawan, seorang Psikiater, Staf Dosen di Bagian Psikiatri pada Fakultas Kedokteran Udayana, Bali, dan sebagai konsultan Forensik Psikiatri di RSUP Sanglah, Denpasar sebagai bahan perbandingan. Lebih lengkapnya penulis cuplik langsung sebagai berikut :
kekurangan manipulasi otak tengah
Di era perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju pesat banyak ilmu – ilmu baru yang mulai di temukan dan di kembangkan saat ini. Seperti dalam hal perkembangan kemampuan otak tengah, makin banyak orang yang melakukan penelitian tentang hal tersebut. Dalam setiap perkembangan sesuatu ilmu pasti memiliki manfaat dan dampak negatif dari suatu ilmu. Pada kesempatan ini saya akan menuliskan dampak negatif dari perkembangan ilmu mengenai manipulasi otak tengah.
Walaupun perkembangan manipulasi otak tengah memiliki manfaat tapi tidak lupa juaga ilmu ini memiliki kekurangan juga seperti dalam tulisannya, Lely Setyawati Kurniawan, seorang Psikiater dari Denpasar, Bali, menyebut kondisi seperti yang dialami oleh anak-anak dengan memanipulasi otak tengah yaitu sebagai awareness, yakni suatu kondisi mental penuh kewaspadaan. Kondisi awareness yang berlebihan akan membuat seseorang mengalami berbagai gangguan kejiwaan, berupa gejala yang ringan berupa Gangguan Cemas Menyeluruh, sampai tipe berat berupa Gangguan Paranoid.
Kondisi awareness tersebut muncul setelah otak tengah anak-anak tersebut diaktivasi dengan suatu cara tertentu, seperti memperdengarkan alunan musik klasik dan instrumentalia lainnya, gerakan-gerakan tubuh, menciptakan suasana tertentu, dan lain-lain, kemudian ditambah juga dengan program neuro-linguistik (NLP) yang disisipkan demi sebuah proses aktivasi yang nantinya mengarah pada suatu keadaan extra sensory perception (ESP).
Namun perlu diketahui bahwa hingga hari ini belum ada satupun publikasi ilmiah yang menyatakan bahwa aktivasi otak tengah meningkatkan kecerdasan manusia, apalagi meng-upgrade-nya menjadi jenius.
Sebaliknya penelitian beberapa ahli sudah membuktikan secara ilmiah bahwa aktivasi otak tengah bisa memberikan dampak buruk bagi fungsi organ tubuh, seperti penelitian Musa A. Haxiu & Bryan K. Yamamoto (2002) membuat suatu penelitian otak tengah pada 24 ekor musang jantan. Hasilnya aktivasi otak tengah di daerah periaquaductal gray (PAG) ternyata justru mengakibatkan otot-otot polos pernafasan mengalami relaksasi, sehingga mengganggu pernafasan hewan-hewan tersebut.
Begitu juga dengan penelitian Peter D. Larsen, Sheng Zhong, dkk. (2001) ada beberapa hal yang berubah karena aktivasi otak tengah, misalnya tekanan arteri utama (mean arterial pressure), aliran darah di ginjal (renal blood flow), aliran darah di daerah paha (femoral blood flow), persarafan daerah bawah jantung (Inferior cardiac), persarafan simpatis dan denyut jantung akan makin meningkat, sebaliknya tekanan darah justru turun, aktivitas persarafan di daerah tulang belakang juga turun. Peningkatan tekanan arteri, aliran darah ginjal dan paha tersebut bisa mencapai 328%.
Tulisan Hugo D. Critchley, Peter Taggart dkk. (2005) membuat kita lebih terperangah lagi, karena ternyata induksi lateralisasi pada aktifitasi otak tengah dapat mengakibatkan mental stres, serta berbagai stres lain yang akan memicu gangguan irama jantung dan kematian mendadak (sudden death). Penyebabnya adalah karena tidak seimbangnya dorongan simpatetik persyarafan jantung.
Dalam hal ini orang tua harus lebih teliti dalam memilih apa yang terbaik untuk anak nya termasuk untuk membiarkan anaknya ikut dalam bimbingan otak tengah atau tidak. Karena itu memiliki dampak positif maupun negatif yang sama.
Pertama, aktivasi otak tengah muncul dan menjadi perbincangan hangat setelah munculnya buku seputar dahsyatnya otak tengah dan mengatakan bahwa ini adalah penemuan para peniliti di Amerika Serikat. Kemunculannya lantas diikuti oleh berbagai program lengkap dengan kesaksian sukses dan berlanjut dengan program-program serupa. Melihat fenomena ini, penulis teringat pada berbagai produk kesehatan yang berbentuk gelang atau kalung dan sebagainya, dimana awalnya bercerita tentang kesehatan, tetapi setelah itu langsung meluncur ke pembicaraan transaksi barang. Artinya ada semacam kecenderungan ke arah komersialisasi bukan ke arah penelitian secara berlanjut dan berkesinambungan secara ilmiah. Apalagi Indonesia merupakan pasar yang sangat menjanjikan untuk produk yang siap cepat saji semacam itu.
Kedua, Penggunaan gelar dokter pada beberapa pakar aktivasi otak tengah yang kemudian juga membuka praktik di Indonesia, merupakan sesuatu yang kontradiktif ketika berbagai pernyataan yang melansir keunggulan otak tengah mengungkapkan bahwa aktivasi otak tengah merupakan penemuan dahsyat di bidang psikologi. Kalaupun memang aktivasi otak tengah ini merupakan ranah psikologi maka seyogiyanya asosiasi-asosiasi terkemuka di bidang psikologi seperti American Psychology Association (APA), IACCP (International Association for Cross-Cultual Psychology) atau di tingkat nasional yaitu Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) dilibatkan dalam penelitian dan mengeluarkan rekomendasi atau keputusan terkait aktivasi otak tengah ini, mengingat jaringan yang dimiliki oleh asosiasi-asosiasi tersebut sangatlah kuat dan luas. Bahkan kurikulum yang digunakan pada fakultas Psikologi di berbagai universitas pun merujuk pada aturan yang dikeluarkan oleh asosiasi tersebut.
Ketiga, Kampus sebagai lembaga penelitian juga memiliki andil besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aktivasi otak tengah juga merupakan pengembangan ilmu pengetahuan yang menarik dan perlu penelitian lebih lanjut. Dalam hal ini, kampus berperan dan dapat membuat terobosan atau menjadi pusat studi aktivasi otak tengah. Sampai saat ini penulis rasakan masih sangat sedikit kampus yang tertarik terhadap topikotak tengah ini. Kalau informasi tentunya sudah jelas diterima oleh civitas akademi kampus, namun tindak lanjutnya terlihat belum ada. Ini juga menjadi suatu tanda tanya besar, apakah topik otak tengah ini hanya isu belaka.
Keempat, dalam situs http://www.facebook.com/aktivasi.otak.tengah?ref=search, selain banyaknya pendapat yang pro bahkan meminta pelatihan aktivasi secara langsung, ada pula yang bernada kontra mengingat hasilnya yang tidak selalu berhasil dan manfaatnya yang dirasakan hanya sebatas untuk membaca atau bermain. Nuansa yang didapat adalah anak tersebut memiliki kemampuan lebih dari temannya dalam hal membaca dan bermain. Ini sebenarnya tidak mengubah anak tersebut menjadi lebih pandai dan hanya terkesan seperti metode penghitungan cepat yang pernah popular padahal hanya kemampuan menghitung saja tanpa memahami konsep rumus dan logika penghitungan yang ada.
Kelima, ada sebuah tulisan yang menarik sebagai komparasi manfaat otak tengah, yang penulis ambil dari http://bachtararif.blogspot.com/2010/12/kekurangan-manipulasi-otak-tengah.html dengan narasumber Sumber: Lely Setyawati Kurniawan, seorang Psikiater, Staf Dosen di Bagian Psikiatri pada Fakultas Kedokteran Udayana, Bali, dan sebagai konsultan Forensik Psikiatri di RSUP Sanglah, Denpasar sebagai bahan perbandingan. Lebih lengkapnya penulis cuplik langsung sebagai berikut :
kekurangan manipulasi otak tengah
Di era perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju pesat banyak ilmu – ilmu baru yang mulai di temukan dan di kembangkan saat ini. Seperti dalam hal perkembangan kemampuan otak tengah, makin banyak orang yang melakukan penelitian tentang hal tersebut. Dalam setiap perkembangan sesuatu ilmu pasti memiliki manfaat dan dampak negatif dari suatu ilmu. Pada kesempatan ini saya akan menuliskan dampak negatif dari perkembangan ilmu mengenai manipulasi otak tengah.
Walaupun perkembangan manipulasi otak tengah memiliki manfaat tapi tidak lupa juaga ilmu ini memiliki kekurangan juga seperti dalam tulisannya, Lely Setyawati Kurniawan, seorang Psikiater dari Denpasar, Bali, menyebut kondisi seperti yang dialami oleh anak-anak dengan memanipulasi otak tengah yaitu sebagai awareness, yakni suatu kondisi mental penuh kewaspadaan. Kondisi awareness yang berlebihan akan membuat seseorang mengalami berbagai gangguan kejiwaan, berupa gejala yang ringan berupa Gangguan Cemas Menyeluruh, sampai tipe berat berupa Gangguan Paranoid.
Kondisi awareness tersebut muncul setelah otak tengah anak-anak tersebut diaktivasi dengan suatu cara tertentu, seperti memperdengarkan alunan musik klasik dan instrumentalia lainnya, gerakan-gerakan tubuh, menciptakan suasana tertentu, dan lain-lain, kemudian ditambah juga dengan program neuro-linguistik (NLP) yang disisipkan demi sebuah proses aktivasi yang nantinya mengarah pada suatu keadaan extra sensory perception (ESP).
Namun perlu diketahui bahwa hingga hari ini belum ada satupun publikasi ilmiah yang menyatakan bahwa aktivasi otak tengah meningkatkan kecerdasan manusia, apalagi meng-upgrade-nya menjadi jenius.
Sebaliknya penelitian beberapa ahli sudah membuktikan secara ilmiah bahwa aktivasi otak tengah bisa memberikan dampak buruk bagi fungsi organ tubuh, seperti penelitian Musa A. Haxiu & Bryan K. Yamamoto (2002) membuat suatu penelitian otak tengah pada 24 ekor musang jantan. Hasilnya aktivasi otak tengah di daerah periaquaductal gray (PAG) ternyata justru mengakibatkan otot-otot polos pernafasan mengalami relaksasi, sehingga mengganggu pernafasan hewan-hewan tersebut.
Begitu juga dengan penelitian Peter D. Larsen, Sheng Zhong, dkk. (2001) ada beberapa hal yang berubah karena aktivasi otak tengah, misalnya tekanan arteri utama (mean arterial pressure), aliran darah di ginjal (renal blood flow), aliran darah di daerah paha (femoral blood flow), persarafan daerah bawah jantung (Inferior cardiac), persarafan simpatis dan denyut jantung akan makin meningkat, sebaliknya tekanan darah justru turun, aktivitas persarafan di daerah tulang belakang juga turun. Peningkatan tekanan arteri, aliran darah ginjal dan paha tersebut bisa mencapai 328%.
Tulisan Hugo D. Critchley, Peter Taggart dkk. (2005) membuat kita lebih terperangah lagi, karena ternyata induksi lateralisasi pada aktifitasi otak tengah dapat mengakibatkan mental stres, serta berbagai stres lain yang akan memicu gangguan irama jantung dan kematian mendadak (sudden death). Penyebabnya adalah karena tidak seimbangnya dorongan simpatetik persyarafan jantung.
Dalam hal ini orang tua harus lebih teliti dalam memilih apa yang terbaik untuk anak nya termasuk untuk membiarkan anaknya ikut dalam bimbingan otak tengah atau tidak. Karena itu memiliki dampak positif maupun negatif yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar