Kamis, 30 September 2010

Meroketnya harga daging menjelang Hari Raya Idul Fitri : Tinjauan pada Masyarakat Jakarta

Penulis : Adi Sulaiman

Hari Raya Idul Fitri merupakan hari besar yang dirayakan oleh seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, terlebih lagi kaum muslimin di Indonesia. Seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang usia dan status sosial larut dalam kebahagiaan hari besar tersebut. Pengalaman membuktikan bahwa dalam kondisi apapun, kondisi normal atau kondisi tertentu seperti pascabencana dan sulitnya perekonomian nasional, tetap saja perayaan idul fitri tidak akan dilewatkan begitu saja. Terasa ada ikatan emosional yang sangat kuat antara umat Islam dengan hari raya idul fitri. Semua orang bergembira dan bersuka cita atas datangnya hari idul fitri. Tak terkecuali mereka yang enggan melaksanakan kewajiban berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Memang demikian, idul fitri dalam konteks sosial adalah milik siapa saja dan siapapun berhak merasakan kegembiraan yang sama.

Banyak sekali kegembiraan orang yang merayakan idul fitri diwujudkan dalam berbagai bentuk. Orang Indonesia memang bisa dikatakan paling kreatif dan inovatif dalam hal merayakan kegembiraan. Bentuknya pun beragam mulai dari pakaian, makanan, acara perayaan, sampai akhirnya menjadi tradisi yang mengakar kuat di tengah masyarakat. Perayaan idul fitri juga membuat arus perputaran uang sangat deras dan cepat. Pemerintah pun menaruh perhatian besar terhadap jaminan kelancaran perayaan idul fitri setiap tahunnya.

Dalam perayaan idul fitri, ada suatu fenomena yang terus terjadi setiap tahunnya yaitu meroketnya harga daging menjelang hari raya. Kata "meroket" memang terpaksa digunakan karena harga daging yang semula berada pada kisaran normal tiba-tiba melonjak sangat tajam seakan pada saat perayaan tersebut daging menjadi kewajiban setiap rumah tangga. Lonjakan harga tersebut bukan hanya terjadi di Jakarta tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia terutama daerah yang masih kuat tradisi perayaan lebarannya. Apalagi fenomena tersebut selalu berulang pada setiap tahunnya dan trend-nya adalah setiap tahun pun ada kenaikan harga dari tahun sebelumnya.

Di Jakarta sendiri, pada hari-hari biasa, daging dijual pada kisaran harga Rp 45.000 perkilogram. Namun berbeda pada dua hari menjelang idul fitri, harga daging bisa berada pada kisaran Rp 75.000 perkilogram. Bahkan sehari menjelang idul fitri, harga itu pun masih bisa berganti menjadi Rp 85.000 sampai Rp 90.000 perkilogram. Namun demikian, masyarakat tetap antusias membeli daging tersebut apalagi bagi masyarakat Jakarta asli yang dikenal dengan masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi terutama bagi yang sudah menikah, menganggap bahwa membeli daging menjelang perayaan idul fitri adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan untuk diberikan kepada keluarga dalam hal ini kepada istri dan anak, orangtua dan mertua apabila masih ada keduanya atau salah satu saja. Merupakan suatu penilaian yang kurang baik terhadap seorang pria betawi yang sudah menikah apabila tidak menunaikan kewajiban tersebut. Oleh karenanya sesulit apapun kondisinya, momentum membeli daging menjelang hari raya tidak akan dilewatkan karena merupakan salah satu simbol membahagiakan keluarga pada saat hari raya. Disamping masyarakat betawi tersebut, masyarakat yang umumnya tinggal di Jakarta juga ramai-ramai ikut membeli daging sebagai pelengkap hidangan di hari raya. Akibatnya permintaan yang meningkat menyebabkan pedagang berlomba-lomba ikut menaikan harga padahal persediaan kebutuhan daging menjelang hari raya cukup berlimpah. Hal ini ditandai dengan maraknya pedagang daging dadakan di pasar-pasar tradisional dengan persediaan dagangan yang banyak dan tidak adanya antrian serta kemudahan masyarakat dalam membeli daging. Ditambah lagi pemberitaan di media yang menyebutkan bahwa satu pedagang berhasil menjual daging hingga berton-ton banyaknya menjelang idul fitri.

Suatu perayaan memang identik dengan makanan lezat terutama makanan berbahan dasar daging. Namun fenomena meroketnya harga daging apalagi terjadi tiap tahun dan selalu naik dari tahun ke tahun merupakan fenomena yang cukup menyulitkan kehidupan masyarakat. Kenaikan itu pun tidak serta merta diikuti menurunnya harga daging secara tajam pasca hari raya. Sehingga fenomena tersebut telah memunculkan harga baru yang lebih tinggi dari hari-hari biasa sebelum idul fitri. Pemerintah juga terlihat kurang belajar dari fenomena tersebut, karena hanya bisa menyatakan bahwa kenaikan harga daging merupakan kenaikan harga musiman yang hanya berlaku pada saat tertentu saja. Bukan itu saja, Pemerintah juga hanya melakukan kebijakan yang kurang menyentuh persoalan dan hanya bersifat sesaat seperti kebijakan impor daging sapi yang menurut pedagang daging tradisional hanya menguntungkan pengusaha besar saja dan kebijakan mengeluarkan imbauan kepada para pedagang agar mengendalikan harga. Selebihnya Pemerintah hanya memantau saja perkembangan yang terjadi tanpa ada upaya pencegahan yang berarti terhadap kenaikan harga yang terus menerus.

Pemerintahan boleh berganti, namun dalam penanganan masalah lonjakan harga daging ini seharusnya ada solusi yang sistemik, terencana dan berlaku untu jangka panjang. Bumi Indonesia yang begitu luas lengkap dengan sumber daya yang kaya sejatinya dapat dijadikan solusi atas permasalahan seperti kenaikan harga daging ini. Pemerintah adalah pembuat dan pelaksana regulasi yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik. Pemerintah harus membuat suatu sistem yang menguntungkan rakyat minimal membantu kesulitan rakyat membeli daging dengan harga wajar pada saat perayaan idul fitri. Pemerintah sudah harus memikirkan bagaimana mengembangkan peternakan sapi lokal sehingga tidak perlu memasok atau mengimpor dari luar. Konsumsi daging sapi umumnya dipasok sapi rakyat yang sudah berlangsung lama. Maka jika pemerintah ingin meningkatkan jumlah sapi potong maka peternakan rakyat patut menjadi perhatian. Semoga dengan pasokan sapi lokal yang cukup harga daging bisa dikendalikan.


Hubungan Psikologi dengan Internet (Bagian Pertama)


Penulis : Adi Sulaiman


Psikologi sebagai ilmu pengetahuan dengan pendekatan ilmiah dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah yaitu penelitian yang dilakukan secara terencana, sistematis, dan terkontrol berdasarkan data empiris. Karena itu salah satu ciri psikologi sebagai ilmu pengetahuan adalah bahwa psikologi itu berdasar pada data-data empiris yang diperoleh secara sistematis. Secara umum ruang lingkup psikologi meneliti dan mempelajari aktivitas-aktivitas psikis manusia yang tercermin dalam perilaku pada umumnya, dewasa dan normal serta meneliti segi-segi khusus dari aktivitas-aktivitas psikis manusia. Segi khusus tersebut diantaranya adalah perkembangan manusia, sosial, pendidikan, kepribadian, industri dan organisasi, dan sebagainya.

Sebagi ilmu pengetahuan yang berorientasi pada manusia, sudah tentu psikologi memiliki hubungan dengan hal-hal lain yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan makhluk yang multidimensi sehingga dapat dipelajari dari berbagai disiplin keilmuan. Manusia juga sangat dinamis dan unik dalam menjalani kehidupannya. Dinamika itulah yang menyebabkan perkembangan peradaban manusia sangat pesat dari masa ke masa, melahirkan berbagai inovasi dan upaya keras serta kreasi untuk memenuhi kebutuhannya.

Era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dalam jumlah yang sangat besar mendiami muka bumi dengan membawa kepentingan dan kebutuhannya masing-masing baik secara berkelompok maupun individu. Diantara inovasi manusia yang sangat populer dan terus berkembang pesat saat ini adalah teknologi internet. Menurut modul Pengenalan Internet yang diterbitkan Universitas Gunadarma, Internet adalah suatu jaringan komputer global terbentuk dari jaringan-jaringan komputer lokal dan regional, memungkinkan komunikasi data antar komputer-komputer yang terhubung ke jaringan tersebut. Sedangkan definisi umum yang lazim digunakan untuk internet adalah “...a global network of computer networks...” atau Jaringan kerja global komputer (Randall & Latullipe dalam Tjiptono & Santoso, 2000).

Banyak sekali orang yang menggunakan internet dan jumlahnya relatif meningkat di berbagai penjuru dunia. Pada tahun 1994, tercatat sekitar 3 juta orang pengguna internet dan dalam kurun waktu 2 tahun meningkat pesat menjadi 60 juta orang. Pada tahun 1998, jumlahnya terus meningkat menjadi 100 juta orang (Houghton dalam Tjiptono & Santoso, 2000). Data terbaru tahun 2010 yang dirilis oleh Internet World Stats ; Usage and Population Statistics melalui situsnya http://www.internetworldstats.com/stats.htm menyebutkan bahwa pengguna internet di seluruh dunia berjumlah 1.966.514.816 orang atau hampir 2 milyar orang dengan pertumbuhan pengguna sejak tahun 2000 sampai 2010 adalah sebesar 444,8% dan penetrasinya atau perbandingan antara pengguna internet dengan jumlah penduduk dunia adalah sebesar 28,7%.

Bagaimana dengan pengguna internet di Indonesia?

Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna internet semula tercatat sebanyak 25 ribu hingga 30 ribu orang (Tim Computer Network ITB dalam Khoe 1996). Pada tahun 1999, jumlahnya telah mencapai kurang lebih 800 ribu orang (Priyatmo dalam Kompas, 12 Maret 2000). Jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan perhitungan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terdapat sekitar 25 juta pengguna internet. Peningkatan pengguna internet terus meningkat sekitar 25 persen setiap tahunnya dimana asumsi dari Internet World Stats, menyatakan bahwa penetrasi internet di Indonesia adalah sebesar 10,4 persen.

Pemerintah bahkan terlihat serius dalam mengembangkan teknologi internet di Indonesia, dimana Pemerintah menargetkan bahwa pada tahun 2010 seluruh desa dan kecamatan di Tanah Air telah terhubung dengan infrastruktur telepon dan internet. Pada tahun 2010 seluruh daerah perbatasan di tanah air juga diharapkan dapat menerima siaran TVRI dan RRI. Pemerintah berharap seluruh desa di Indonesia yang jumlahnya mencapai 72 ribu lebih nantinya memiliki rumah pintar lengkap dengan semua fasilitas penunjangnya termasuk jaringan internet. Upaya Pemerintah tersebut nampaknya sudah mulai membuahkan hasil dimana pada tanggal 25 Mei 2010 Menkominfo Tifatul Sembiring meresmikan lokasi Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) pertama, melalui fasilitas video conference Lintasarta dari Pekanbaru, Riau ke lokasi PLIK di So’e, Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur. Peresmian tersebut merupakan tonggak awal implementasi Internet Kecamatan dan pengembangan potensi daerah ke depan. PLIK diklaim sebagai wujud dari visi information and communication technology (ICT) Indonesia yang dicanangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang berbasis informasi secara bertahap hingga tahun 2025.
Teknologi internet yang berkembang pesat beserta jumlah penggunanya yang sangat besar dan terus meningkat seperti disebutkan diatas, merupakan investasi besar ummat manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Komunitas yang bergelut di bidang Psikologi harus menyadari dan memahami bahwa ada hubungan yang sangat erat antara psikologi sebagai ilmu dan penerapannya dengan penggunaan internet.

Bagaimana hubungan tersebut, bersambung ke bagian kedua tulisan ini.

Sumber tulisan :

- Basuki, A.M. Heru (2008) Psikologi Umum. Jakarta: Gunadarma.

- Prabowo, Hendro et al (2003) Naskah Workshop Psynet. Jakarta: Lembaga Pengembangan Psikologi,Gunadarma

- Modul Pengantar Internet oleh Lembaga Pengembangan Komputerisasi Universitas Gunadarma

- http://web.bisnis.com/sektor-riil/telematika/1id183392.html

- http://www.internetworldstats.com/stats.htm