Pengguna internet yang sangat banyak di seluruh dunia, dan masih terus berkembang, dapat menjadi kajian berbagai bidang ilmu pengetahuan. Bidang psikologi, seperti disebutkan pada tulisan yang lalu, memiliki hubungan yang erat dengan teknologi internet. Psikologi dapat memanfaatkan kegunaan-kegunaan yang begitu banyak pada internet, dan begitu pula sebaliknya internet dapat dikaji dari aspek psikologi penggunanya.
Pada bidang psikologi, internet memiliki andil yang besar dalam pengembangan keilmuannya. Keberadaan internet yang menjadikan dunia borderless atau tanpa batas, memudahkan siapa saja untuk saling bertukar informasi dan melihat belahan dunia lain lengkap dengan informasi yang menyertainya. Melalui internet, psikologi menjadi ilmu yang lebih terbuka karena siapapun dapat menuliskan seluk beluk psikologi dan perkembangannya dari manapun, tanpa kesulitan sama sekali. Para ahli psikologi dari mana saja dapat memberikan curahan ide dan pendapatnya seputar topik-topik yang menjadi pembahasan psikologi. Bisa saja seorang pakar di salah satu universitas di Amerika menuliskan teorinya yang terbaru dalam pembahasan mengenai fase perkembangan manusia (human development) untuk kemudian dimintakan tanggapan dari para pakar psikologi yang tinggal di berbeda tempat bahkan berbeda benua. Diskusi para ahli tersebut akan menjadi sangat menarik karena perbedaan pendapat yang muncul sudah pasti dilatarbelakangi oleh perbedaan tradisi budaya, sosial ekonomi, sistem politik, tingkat pendidikan dan sebagainya. Buku-buku dan jurnal psikologi juga bukan lagi menjadi "harta karun" milik institusi atau masyarakat setempat dimana buku dan jurnal tersebut dikeluarkan, melainkan dapat di-share melalui internet agar dapat diunduh oleh institusi pendidikan atau pemerhati psikologi yang ada di seluruh dunia, baik dijual maupun secara gratis.
Transfer of knowledge dan sharing information memang menjadi suatu keharusan dalam psikologi. Kehidupan manusia yang terus menerus berkembang dengan berbagai aspeknya, juga ikut membuat perilaku mahasiswa di Indonesia cenderung ikut berubah. Sebagai contoh, Pada era tahun 1990-an, dimana internet belum dikenal luas di Indonesia, mahasiswa dapat kuliah dengan baik walaupun teknologi belum secanggih sekarang. Tugas kuliah selalu dapat diselesaikan meski literatur hanya terdapat di perpustakaan atau hanya ada pada dosen yang mengajar mata kuliah tersebut. Belum lagi pengetikan yang hanya mengandalkan mesin tik dan karbon. Berbeda dengan sekarang, kebanyakan mahasiswa meneyelsaikan seluruh tugas dengan merujuk ke internet. Apabila bahan yang selaras dan sesuai topik tugas, tanpa basa basi langsung saja diunduh dan dimodifikasi seperlunya. Setelah itu dirapikan baru kemudian dikumpulkan. Keadaan ini menyebabkan banyak mahasiswa yang ingin segala sesuatunya serba instant dan kurang mengetahui apa yang sebenarnya ia telah lakukan. Hal ini jelas berdampak pada pola fikir pascakuliah nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar