Bagi kebanyakan kita, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) adalah badan dunia tertinggi yang nun jauh di New York, Amerika Serikat. Memang ada perwakilannya di mana-mana atau pun ada kegiatan yang disponsorinya di banyak negara, tetapi tetaplah, bagi kebanyakan kita, PBB masih terasa jauh dari kehidupan kita. Namun bagi Presiden SBY, hidupnya dan kegiatan PBB seringkali bersinggungan bahkan berjalinan dari masa ke masa.
Pada tahun 1995, SBY dengan pangkat Brigadir Jenderal ditunjuk sebagai Komandan Pengawas Militer PBB (Chief Military Observer) di Bosnia Herzegovina. Saat itu SBY memimpin 650 perwira militer dari 29 negara di seluruh wilayah bekas negara Yugoslavia. Waktu itu, Brigjen Susilo Bambang Yudhoyono bertanggung jawab kepada Utusan Khusus Sekjen PBB yang bernama Kofi Annan, yang kemudian menjadi Sekjen PBB.
Kerusuhan di Timor Timur, menyusul referendum yang diadakan oleh PBB, menimbulkan kecaman yang luas terhadap Indonesia di fora internasional. Kerusuhan di Timor Timur ini kemudian menjadi salah satu agenda Dewan Keamanan PBB pada tahun 1999. Susilo Bambang Yudhoyono, yang ketika itu Letnan Jenderal TNI dan menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial Mabes TNI, diminta mendampingi Menteri Luar Negeri Ali Alatas bertolak ke New York untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya terjadi di depan DK-PBB.
Pada tahun 2000, kembali SBY harus ke New York untuk membela martabat Republik Indonesia dari kecaman internasional, yang bermuara pada sidang DK-PBB. Kali ini SBY memimpin delegasi Republik Indonesia dalam kedudukannya sebagai Menko Polkam. Yang menjadi masalah adalah insiden Atambua yang menewaskan tiga petugas sipil dari UNHCR. Baik dalam masalah kerusuhan Timor Timur maupun insiden Atambua, Indonesia menjadi bulan-bulanan kecaman internasional. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan seorang SBY yang harus mendengar semua kecaman itu tetapi harus tetap sabar menjelaskan kepada dunia dengan sebaik-baiknya situasi yang sebenarnya terjadi.
Itu adalah masa lalu. Sekarang lain cerita. Presiden SBY baru saja menghadiri Sidang Umum PBB, minggu lalu. Indonesia sekarang adalah anggota tidak tetap DK-PBB, yang terpilih dengan lebih dari 3/4 suara anggota PBB. Bahkan pada bulan November nanti Indonesia akan menjadi Ketua DK-PBB. Ini adalah perubahan besar sekaligus kehormatan besar bagi Indonesia di mata dunia.
Pada sidang DK-PBB minggu lalu, semua menyimak dengan baik ketika Presiden SBY berbicara. Tidak ada lagi kecaman terhadap Indonesia. Yang ada adalah pujian dan penghargaan yang disampaikan langsung kepada Presiden SBY. Bahkan, Sekjen PBB meminta Presiden SBY untuk mendampinginya dalam pidato penutupannya. Baru pertama kali inilah Presiden Republik Indonesia diminta duduk mendampingi Sekjen PBB, mewakili seluruh anggota PBB, di podium tertinggi Sidang Umum PBB. Ini juga adalah sebuah kehormatan bagi Indonesia.
Saat ini ada sembilan lembaga PBB dimana Indonesia terpilih sebagai anggotanya, di antaranya adalah DK-PBB dan juga Dewan HAM PBB. Hal ini baru pertama kali terjadi sejak Indonesia menjadi anggota PBB. Belum lagi keterlibatan pasukan TNI dan Polri dalam berbagai misi perdamaian PBB seperti di Lebanon, Kongo, dan sebagainya.
Bagi Presiden SBY, hidup yang berjalinan dengan PBB masih terus terjadi, bukan hanya sebagai Presiden Republik Indonesia tetapi juga sebagai seorang ayah yang putranya menjadi anggota pasukan perdamaian di Lebanon. Dan itu juga suatu kehormatan, bagi bangsa, bagi keluarga.
sumber : presidensby.info
Minggu, 07 Oktober 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar